Spabaansuerte.com – Jakarta, 28 September 2025, 18:27 WIB – Pandemi Covid-19 membawa ketidakpastian yang memicu kecemasan, ketakutan, dan gejala depresi. Lonjakan kasus dan kebijakan pembatasan sosial, seperti PPKM Darurat sejak Juli 2021, menuntut Anda menyesuaikan diri dengan situasi sulit, seperti orang terdekat yang terinfeksi atau kebijakan yang terus berubah. Untuk menjaga kesehatan mental, praktikkan mindfulness sebagai cara mandiri mengelola emosi dan stres. Berikut panduan lengkap untuk menerapkan mindfulness guna mendukung kesejahteraan mental di tengah pandemi.
Praktikkan Mindfulness untuk Mengurangi Stres
Fokuslah pada mindfulness untuk mengurangi stres dan kegelisahan. Penelitian oleh Dillard dan Meier (2021) menunjukkan bahwa individu yang memusatkan perhatian pada momen saat ini cenderung mengalami kecemasan lebih rendah, khawatir lebih sedikit tentang virus, dan merasakan dampak negatif lebih ringan jika terinfeksi. Mindfulness, yang berarti kesadaran penuh terhadap pengalaman saat ini, membantu Anda mengenali sensasi fisik, seperti nafas atau detak jantung, serta emosi tanpa terbawa arusnya.
Mulailah dengan latihan sederhana, seperti memperhatikan tekstur makanan saat makan atau merasakan udara saat bernapas. Dengan memusatkan perhatian, Anda menjadi pengamat pikiran dan emosi, bukan pelaku yang bereaksi impulsif. Dengan demikian, Anda mengambil keputusan dengan lebih bijak dan tetap tenang di tengah tekanan.
Kelola Emosi dengan Kesadaran Mindfulness
Amatilah emosi Anda melalui kesadaran mindfulness untuk meningkatkan kematangan emosional. Sebuah analogi dari Headspace menggambarkan pikiran dan emosi sebagai lalu lintas di jalan raya. Anda bisa memilih untuk duduk tenang di pinggir jalan, mengamati emosi tanpa terbawa atau menghakiminya. Misalnya, saat marah, akui emosi tersebut dengan berkata, “Saya sedang marah,” lalu tarik napas dalam untuk menciptakan jeda antara stimulus dan respons.
Analogi lain dari Happify menyebut mindfulness sebagai jarak antara stimulus dan respons. Bayangkan Anda mengemudi dan kesal karena pengendara lain menyerobot. Alih-alih berteriak atau membunyikan klakson, tariklah napas dalam, rasakan detak jantung, dan sadari emosi Anda. Dengan cara ini, Anda menghindari reaksi impulsif dan membuat keputusan yang lebih rasional. Praktik ini membantu Anda menerima emosi seperti kemarahan atau kekecewaan tanpa rasa bersalah.
Kurangi Kesepian melalui Koneksi Sosial
Jalinlah hubungan sosial yang bermakna untuk mengurangi kesepian, terutama selama pembatasan sosial. Penelitian oleh Cooper dkk. (2021) terhadap 894 remaja di Inggris menunjukkan bahwa kurangnya kontak langsung dengan orang tua meningkatkan rasa kesepian. Untuk mengatasinya, lakukanlah komunikasi melalui panggilan suara atau video, yang lebih efektif daripada pesan teks dalam mengurangi rasa bosan dan masalah kesehatan mental.
Hubungilah keluarga atau teman secara rutin untuk menjaga ikatan emosional. Anda juga bisa bergabung dengan komunitas daring atau menjadi relawan untuk membantu orang lain. Menurut penelitian Curry dkk. (2018), tindakan prososial seperti berbagi atau mendukung orang lain meningkatkan kesejahteraan subjektif. Dengan demikian, koneksi sosial memperkuat kesehatan mental Anda di tengah pandemi.
Cintai Diri Sendiri dengan Pendekatan Mindfulness
Praktikkan self-care mindfulness untuk mencintai diri sendiri. Erich Fromm dalam The Art of Loving menegaskan bahwa mencintai diri sendiri bukanlah narsisme, melainkan dasar untuk mencintai orang lain. Mulailah dengan memberikan waktu untuk mengenali perasaan dan keinginan Anda. Nikmatilah aktivitas sederhana, seperti menikmati teh tanpa gangguan gawai, atau menulis jurnal untuk memahami emosi Anda.
Buatlah daftar kebutuhan pribadi, seperti pola makan sehat, tidur cukup, atau menekuni hobi. Tidurlah lebih awal untuk merasakan perubahan suhu tubuh, atau bangun pagi untuk menghirup udara segar. Dengan memprioritaskan kebutuhan diri, Anda membangun rasa syukur dan kesejahteraan emosional tanpa tekanan dari ekspektasi orang lain.
Analisis Luka Batin dengan Kesadaran Penuh
Telusurilah penyebab emosi negatif untuk memahami luka batin tanpa mendiagnosis diri sendiri. Misalnya, jika Anda merasa takut terpapar virus, tanyakanlah pada diri sendiri mengapa emosi ini muncul. Mungkin ketakutan itu wajar, atau mungkin berasal dari pengalaman masa lalu, seperti perundungan atau penolakan. Dengan mengenali pemicu emosi, Anda bisa menerimanya tanpa membiarkannya memicu masalah psikologis lebih lanjut.
Gunakanlah jurnal untuk mencatat emosi dan pemicunya. Tulis apa yang Anda rasakan, seperti “Saya merasa cemas karena berita pandemi,” lalu cari tahu apa yang memicunya. Proses ini membantu Anda memahami diri sendiri tanpa menghakimi atau merasa bersalah atas emosi tersebut.
Tetap Produktif dengan Fokus pada Saat Ini
Fokuslah pada momen saat ini untuk menjalani hidup yang produktif di tengah pandemi. Mindfulness tidak menghilangkan masalah, tetapi membantu Anda menerima suka dan duka tanpa kehilangan kendali. Alih-alih terpaku pada ketidakpastian kebijakan atau lonjakan kasus, pusatkanlah perhatian pada hal-hal yang bisa Anda kendalikan, seperti rutinitas harian atau hubungan dengan orang terdekat.
Tetapkanlah rutinitas sederhana, seperti meditasi 5 menit setiap pagi, untuk melatih kesadaran penuh. Anda juga bisa melakukan olahraga ringan, seperti yoga, untuk merasakan gerakan tubuh dan napas. Dengan fokus pada saat ini, Anda terhindar dari kekhawatiran masa depan atau penyesalan masa lalu, sehingga hidup terasa lebih tenang dan bermakna.
Kesimpulan
Praktikkan mindfulness untuk menjaga kesehatan mental di tengah pandemi. Dengan memusatkan perhatian pada momen saat ini, mengelola emosi, menjalin koneksi sosial, mencintai diri sendiri, menganalisis luka batin, dan tetap produktif, Anda membangun ketahanan emosional. Mindfulness bukan sekadar relaksasi, melainkan cara untuk menerima emosi tanpa terbawa arusnya. Dengan latihan rutin, Anda menemukan ketenangan dan kesejahteraan di tengah tantangan pandemi.
